perkembangan hadis pada masa Rasulullah, khulafa' al -Rasyidin. dan tabi'in



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam memiliki pelestarian perkembangan dan penyebaran yang kompleks.Sejak dari masa pra-kodifikasi, zaman Nabi, Sahabat, dan Tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke-2 H.
Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan, dikarenakan larangan Nabi untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan kekhawatiran Nabi akan tercampurnya nash al-Qur'an dengan hadits. Selain itu, juga disebabkan fokus Nabi pada para sahabat yang bisa menulis untuk menulis al-Qur'an.Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabi'in Besar. Bahkan Khalifah Umar ibn Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu juga dengan Khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (abad 2 H).
Terlepas dari naik-turunnya perkembangan hadits, tak dapat dinafikan bahwa pelestarian perkembangan hadits memberikan pengaruh yang besar dalam sejarah peradaban Islam.

B.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelestarian perkembangan hadits pada Masa Rasulullah?
2. Bagaimana pelestarian perkembangan hadits pada Masa Khulafa' al-Rasyidin?
3. Bagaimana pelestarian perkembangan hadits pada Masa Tabi'in?

BAB II
PEMBAHASAN
Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakan-nya dengan masa lainnya. Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasul SAW sebagai 'sumber hadis. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang dapat menghambat atau mempersulit pertemuannya.
Allah menurunkan al-Quran dan mengutus Nabi Muham­mad SAW sebagai utusan-Nya adalah sebuah paket yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan apa-apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu.Allah berfirman dalam menggambarkan kondisi utusan-Nya tersebut.
Artinya : tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang dwahyukan (kepadanya). (QS Al-Najm (53): 3-4)
Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan di antara kedua belah pihak sangatlah terbuka dalam banyak kesempatan. Ternpat yang biasa digunakan Rasul SAW cukup bervariasi, seperti di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan (safar) dan ketika muqim (berada di rumah).
Melalui tempat-tempat tersebut Rasul SAW menyampai-kan hadis, yang terkadang disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui musyafahah), dan terka­dang melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikannya oleh mereka (melalui musydhadah).
Menurut riwayat Bukhari, Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk tidak melahirkan rasa jenuh di kalangan sahabat, Rasul SAW menyampaikan hadisnya dengan berbagai cara, se-hingga membuat para sahabat selalu ingin mengikuti pengaji-annya.



Ada beberapa cara Rasul SAW menyampaikan hadis ke-pada para sahabat, yaitu:
1.      melalui para jama'ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-'Ilmi. Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi SAW.Para sahabat begitu antusias untuk tetap bisa mengikuti ke­giatan di majlis ini, ini ditunjukkannya dengan banyak upaya. Terkadang di antara mereka bergantian hadir, seperti yang dilaku-kan oleh Umar ibn Khattab. la sewaktu-waktu bergantian hadir dengan Ibnu Zaid (dari bani Umayah) untuk menghadiri majlis ini, ketika ia berhalangan hadir. la berkata: "Kalau hari ini aku yang turun atau pergi, pada hari lainnya ia yang pergi, demikian aku melakukannya." Terkadang kepala-kepala suku yang jauh dari Madinah mengirim utusannya ke majlis ini, untuk kemudi-an mengajarkannya kepada suku mereka sekembalinya dari sini.

2.      dalam banyak kesempatan Rasul SAW juga me-nyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemu-dian disampaikannya kepada orang lain. Hal ini karena terka-dang ketika ia mewiirudkan hadis, para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasul SAW sendiri atau secara kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang, seperti hadis-hadis yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-'Ash.Untuk hal-hal yang sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyang-kut hubungan suami isteri), ia sampaikan melalui istri-istrinya. Begitu juga sikap para sahabat, jika ada hal-hal yang berkaitan dengan soal di atas, karena segan bertanya kepada Rasul SAW, seringkali ditanyakan melalui istri-istrinya.

3.      cara lain yang dilakukan Rasul SAW adalah mela­lui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada' danfutuh Makkah.
Di antara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung kepada beberapa hal yaitu
1.      perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul SAW.
2.      perbedaan mereka dalam soal kesanggupan ber­tanya kepada sahabat lain.
3.      perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW.

Ada beberapa orang sahabat yang tercatat sebagai sahabatyang banyak menerima hadis dari Rasul SAW dengan beberapapenyebabnya. Mereka itu antara lain:
Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sdbiqun Al-Awwaliin (yang mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib dan Ibn Mas'ud. Mereka banyak menerima hadis dari Rasul SAW, karena lebih awal masuk Islam dari sahabat-sahabat lainnya.
Ummahdt Al-Mukminin (istri-istri Rasul SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu Salamah.Mereka secara pribadi lebih dekat dengan Rasul SAW daripada sahabat-sahabat lainnya.Hadis-hadis yang diterimanya, banyak yang berkaitan de­ngan soal-soal keluarga dan pergaulan suami istri.
Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasul SAW juga menuliskan hadis-hadis yang diterimanya, se­perti Abdullah Amr ibn Al-'Ash.Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasul SAW, akan tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh, seperti Abu Hurairah.
Para sahabat yang secara sungguh-sungguh mengikuti majlis Rasul SAW banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya Rasul SAW, seperti Abdullah ibn Umar, Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas[1].
Lantaran inilah masruq berkata,” saya banyak berada semajelis dengan para sahabat. Maka ada diantara mereka yang saya dapati ibarat kolam kecil, hanya mencukupi buat minum seorang, ada yang mencukupi buat dua orang dan ada yang tidak kering-kering airnya, walaupun terus menerus diminum oleh penduduk bumi ini[2].

B.   MASA KHULAFA RASYIDIN

Periode kedua sejarah perkembangan hadis, adalah masa sahabat, khususnya masa Khulafd' Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.
Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran al-Quran, maka periwa-yatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya ber-usaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama anggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan Periwayatan (al-tasabbut wa al-iqlal min al-riwayah).
a.       menjaga pesan Rasulullah SAW.
Pada masa menjelang akhir kerasulannya, rasulullah SAW berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada AL-Qur’an dan Hadist serta mengajarkannya kepada orang lain,  sebagaimana sabdanya :
Artinya : telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah  berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnahku ( al- hadist ).
Artinya : samapaikanlah daripadaku, walaupun hanya seayat.
b.       Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima Hadis
Perhatian para sahabat pada masa ini terutama sekali terfo-kus pada usaha memelihara dan menyebarkan al-Quran.Ini ter-lihat bagaimana al-Quran dibukukan pada masa Abu Bakar atas saran Umar ibn Khattab.Usaha pembukuan ini diulang juga pada masa Usman ibn Affan, sehingga melahirkan Mushaf Usmani-Satu disimpan di Madinah yang dinamai mushaf al-lmam, dan yang empat lagi masing-masing disimpan di Makkah, Bashrah, Syiria dan Kufah.Sikap memusatkan perhatian terhadap al-Quran tidak berarti mereka lalai dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Mereka memegang hadis seperti halnya yang diterimanya dari Rasul SAW secara utuh ketika ia masih hidup. Akan tetapi dalam meriwayatkan mereka sangat berhati-hati dan membatasi diri.
Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan yang di-lakukan para sahabat, disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan, yang padahal mereka sadari bahwa hadis merupakan sumber tasyri' setelah al-Quran, yang harus terjaga dari kekeliruannya sebagaimana al-Quran.Oleh karenanya, para sahabat khususnya khulafa' al-rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman dan AH) dan sahabat lainnya, seperti Al-Zubaif, Ibn Ab­bas dan Abu Ubaidah berusaha memperketat periwayatan dan penerimaan hadis.
Dapat disimpulkan , bahwa pada masa ini belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadis dalam suatu kitab, seperti halnya al-Quran. Hal ini disebabkan agar tidak memaling-kan perhatian atau kekhususan mereka (umat Islam) dalam mempelajari al-Quran. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadis dari Rasul SAW sudah tersebar ke berba-gai daerah kekuasaan Islam, dengan kesibukannya masing-masing sebagai pembina masyarakat. Sehingga dengan kondisi seperti ini, ada kesulitan mengumpulkan mereka secara leng-kap.Pertimbangan lainnya, bahwa soal membukukan hadis, di ka-langan para sahabat sendiri terjadi perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal lafadz, dan kesahihannya [3].
c.        Hadist di masa Abu Bakar dan ‘Umar.
Para sahabat sesudah Rasul wafat tidak lagi berdiam di kota madinah. Maka penduduk kota-kota lain pun mulai menerima hadist.Para tabi’in mempelajari hadist dari para sahabat Dengan demikian mulailah berkembang riwayat dalam kalangan tabi'in.
Dalam pada itu, riwayat hadits di permulaan masa sahabat itu, masih terbatas sekali.Disampaikan kepada yang memerlukan saja dan bila pcrlu saja, belum bersifat pelajaran.
Perkembangan hadits dan membanyakkan riwayatnya, terjadi scsudah masa Abu Bakr dan 'Umar, yaitu masa 'Utsman dan 'Ali.
Dalam masa khalifah-khalifah Abu Bakr dan 'Umar, periwayatan hadits belum lagi diluaskan.Beliau-beliau ini mengerahkan minat ummat (sahabat) untuk menyebarkan Al Qur'an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat itu.
d.      Sebab-sebab pada masa Abu Bakr dan 'Umar hadits tidak tersebar dengan pesat.
Dengan tegas-tegas sejarah menerangkan bahwa 'Umar diketika memegang tampuk kekhalifahan meminta dengan keras supaya para sahabat menyelidiki riwayat.Beliau tidak membenarkan orang membanyakkan periwayatan hadits.Diketika mengutus perutusan ke Iraq, beliau mewasial-kan supaya utusan-utusan itu mengembangkan Al Qur'an dan mengembang­kan kebagusan tajwidnya, serta mencegah mereka membanyakkan riwayat.
Diterangkan bahwa, pernah orang bertanya kepada Abu Hurairah apakah dia banyak meriwayatkan hadits di masa 'Umar. Abu Hurairah menjawab : "Sekiranya saya membanyakkan, tentulah 'Umar afcan mencambuk saya dengan cambuknya".'
Satu soal yang harus kita bahas dengan seksama ialah soal 'Umar mencegah penyebaran hadits.Apakah 'Umar pernah memenjarakan bebcrapa orang sahabat lanlaran membanyakkan riwayat?
Ada didakwa oleh sebagian ahli sejarah hadits, bahwa 'Umar pernah memenjarakan Ibnu Mas'ud, Abu Darda' dan Abu Dzar lantaran membanyakkan riwayat hadits.
Riwayat ini sebenarnya tidak didapati di dalam sesuatu kitab yang mu'tabar dan tanda kepalsuan pun nampak.
Ibnu Mas'ud seorang yang terhadulu masuk Islam dan seorang yang dihormati 'Umar.Dan sudah dimaklumi bahwa dalam urusan hukum, diperlukan hadits-hadits.Mengenai Abu Darda' dan Abu Dzar, sejarah tidak memasukkan beliau ke dalam golongan orang yang membanyakkan riwayat.Abu Darda1 diakui menjadi guru di Syria, sedangkan Ibnu Mas'ud menjadi guru di Iraq. Ibnu Hazm telah menegaskan bahwa riwayat 'Umar memenjarakan tiga shahaby besar itu, dusta.
e.       Hadits di masa Utsman dan 'Ali        
Di ketika kendali pemerintahan dipegang oleh 'Utsman r.a. dan dibuka pintu perlawatan kepada para sahabat serta ummat mulai mcmcrlukan sahabat, istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadits dari sahabat-sahabat besar dan mulailah mereka meninggalkan tempat untuk mencari hadits.

C.  MASA SAHABAT KECIL DAN TABI’IN BESAR

a.      Masa berkembang dan meluas periwayatan hadits

Sesudah masa 'Utsman dan 'Ali timbullah usaha yang lebih serius untuk mencari dan menghafal hadits serta menyebarkannya ke dalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-pcrlawatan untuk mencari hadits.
Pada tahun 17 H tentara Islam mengalahkan Syria dan Iraq.Pada tahun 20 H mengalahkan Mesir.Pada tahun 21 H mengalahkan Persia.Pada tahun 56 H tentara Islam sampai di Samarkand.Pada tahun 93 H tentara Islam menaklukkan Spanyol.
Para sahabat berpindah ke tempat-tempat itu.Karenanya kola-kola itu merupakan perguruan tempat mengajarkan Al Qur'an dan Al Hadits, tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi'in hadits.

b.      Lawatan para sahabat untuk mencari hadits

Menurut riwayat Al Bukhary, Ahmad, Ath Thabarany dan Al Baihaqy, Jabir pernah pergi ke Syam, melakukan perlawatan sebulan lamanya, untuk menanyakan sebuah hadits yang belum pernah didengarnya, pada seseorang shahaby yang tinggal di Syam, yaitu Abdullah ibn Unais Al Anshary.


Hadils yang dimaksudkan oleh Jabir ilu, ialah sabda Nabi SAW. :
"Manusia dikumpulkan pada hari kiamat, telarijang tidak berkain, henvama hitatn.Kami berkata, (demikian kata sahabat) mengapa mereka demikian? Nabi menjawab: tak ada beserta mereka sesuatu. Mereka diseru oleh sesuatu seruan yang didengar oleh orang yang jauh sebagai yang didengar oleh orang yang dekat. Seruan itu ialah Aku raja, Aku Tuhan yang akan memberi pembalasan. Tidak seyogyianya bagi seseorang dari ahli neraka akan masuk ke neraka, sedang adapadanya hak seseorang yang dianiaya sehingga aku tuntut penganiayaan itu daripadanya. Dan tidak seyogyanya bagi seseorang ahli syurga akan masuk ke dalam syurga padahal ada seseorang ahli neraka yang menuntut haknya yang dianiaya olehnya, sehingga Aku tuntut bela terhadapnya, walau sebuah tamparan. Kami berkata, betapa kami datang kepada Allah dalam keadaan telanjang tidak berpakaian dan berwarna hitamjawab Nabi: dengan kebajikan dan kejahatan ".
Abul Aiyub Al Anshary pernah pergi ke Mesir untuk menemui untuk menanyakan sebuah hadits kepadanya[4]
Dengan masuknya hadits ke dalam phase ini, mulailah dia disebarkan dan mulailah perhatian diberikan terhadapnya dengan sempurna. Memang mulailah diberikan perhatian yang sempurna kepada para sahabat olch para tabi'in. Para tabi'in berusaha menjumpai para sahabat ke tempal-tempat yang jauh dan memindahkan hafalan mereka sebelum mereka berpulang ke Ar Rafiqul Ala. Kunjungan seseorang shahaby ke sebuah kota, sungguh menarik perhatian para tabi'in. Mereka, sebaik mengetahui kedatangan seseorang shahaby, berhimpun di sekitarnya untuk menerima hadits yang ada pada shahaby itu.


c.       Sahabat-sahabat yang mendapat  julukan "bendaharawan hadits"

Dalam phase ini terkenallah beberapa orang sahabat dengan julukan "bendaharawan hadits", yakni orang-orang yang riwayatnya lebih dari 1000 hadits.
Mereka memperoleh riwayat-riwayat yang banyak itu karena:
1.      Yang paling awal masuk Islam, seperti: Khulafa Rasyidin dan Abdullah ibn Mas'ud.
2.      Terus menerus mendampingi Nabi dan kuat hafalan, seperti: Abu Hurairah.
3.      Menerima riwayat dari setengah sahabat selain mendengar dari Nabi dan panjang pula umurnya, seperti: Anas ibn Malik, walaupun beliaumasuk Islam sesudah Nabi menetap di Madinah.
4.      Lama menyertai Nabi dan mengetahui keadaan-keadaan Nabi.
5.      karena bergaul rapat dengan Nabi, seperti: isteri-isteri beliau 'Aisyah dan Ummu Salamah.
6.      Berusaha mencatatkannya seperti: Abdullah ibn Amer ibn 'Ash.
Di antara sahabat yang membanyakkan riwayat, ialah:
a.   Abu Hurairah.
Beliau ini seorang yarig banyak sekali menghafal hadits dari Nabi dan bersungguh-sungguh berusaha mengembangkannya di kalangan ummat, sesudah 'Umar r.a. wafat.Karena itu, Abu Hurairah menjadi seorang perawi shahaby yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Menurut keterangan Ibnu Jauzy dalam Talqih Fuhumi Ahtol Atsar, bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, sejumlah 5347 buah.Menurut hitungan Al Kirmany 5364 buah. (Dalam Musnad Ahmad terdapat 3848 buah)                   
b. 'Aisyah, isteri Rasul.
c. Anas ibn Malik.
d. Abdullah ibn Abbas.       
e.  Abdullah ibn'Umar.                                                               
f.   JabiribnAbdillah.                                                                                               
g.   Abu Sa'id al Khudry.                                                                                       
h.   IbnuMas'ud.                                                                                                       
i.   Abdullah ibn Amer ibn'Ash
Abdullah ibn Abbas bersungguh-sungguh benar menanyakan haditskepada para sahabat, lalu mengembangkannya.Di kala pemalsuan hadits mulai tumbuh, barulah Ibn Abbas menyedikitkan riwayatnya. Menurut perhitungan sebagian ahli hadits para sahabat penghal'al hadits yang paling banyak haf'alannya sesudah Abu Hurairah, ialah:

d.      Tokoh-tokoh hadits dalam kalangan tabi'in

Di antara tokoh-tokoh tabi'in yang masyhur dalam bidang riwayat:
a.   Di Madinah.
Said (93), 'Urwah (94), Abu Bakr ibn Abdu Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam (94), Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakr, NaiT, Az Zuhry, Abul Zinad, Kharijah ibnAbu Salamah ibn Abdir Rih«an ibn Auf.
b.   DiMakkah.                                                     
Ikrimah, Atha ibn Abi Rabah, Abul Zubair,, Muhammad ibn Muslim.
c.  DiKufah.
Asy Sya'by, Ibrahim An Nakha'y, 'Alqamah An Nakha'y
d.   Di Bashrah.Al Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah
e.   Di Syam.
'Umar ibn Abdil Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka'bul Akbar.
f.   Di Mesir.
Abul Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny, Yazid ibn Habib.
g.      Di Yaman.
Thaus ibn Kaisan Al Yamany, Wahab ibn Munabbih (110).














KESIMPULAN


            Perkembangan hadits pada masa Rasulullah bercorak antar lisan dan mengalami pelarangan penulisan dengan alasan di antaranya; khawatir tercampur dengan al-Qur'an.
Pada masa Khulafa' al-Rasyidin, hadits mengalami pasang surut dengan adanya pembatasan periwayatan pada masa Khalifah Abu Bakar – Umar r.a dan perluasan periwayatan pada masa Khalifah Utsman – Ali r.a
Pada masa tabi'in, hadits lebih banyak diriwayatkan oleh perawi.Namun, pada masa itu, banyak bermunculan hadits-hadits palsu yang bernuansa kepentingan politik golongan.













DAFTAR PUSTAKA


Drs. Munzier Suparta M. A, Ilmu Hadist, (Jakarta : P.T Rajagrafindo Persada . 2001) 
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejaraah dan pengantar ilmu hadist(Semarang : PT Pustaka Riski Putra, cetakan keempat, 1999)


[1]Drs. Munzier Suparta M. A, Ilmu Hadist, (Jakarta : P.T Rajagrafindo Persada . 2001)  halaman : 74
[2]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejaraah dan pengantar ilmu hadist(Semarang : PT Pustaka Riski Putra, cetakan keempat, 1999) halaman : 32.
[3]Drs. Munzier Suparta M. A, Ilmu Hadist, (Jakarta : P.T Rajagrafindo Persada . 2001)  halaman : 82.

[4]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, sejaraah dan pengantar ilmu hadist(Semarang : PT Pustaka Riski Putra, cetakan keempat, 1999) halaman : 51

0 Response to "perkembangan hadis pada masa Rasulullah, khulafa' al -Rasyidin. dan tabi'in"

Post a Comment