Kondisi Saat Ini
Salah satu masalah  utama dalam pendidikan jasmani di Indonesia, hingga dewasa ini, ialah  belum efektifnya pengajaran pendidikan jasmani di  sekolah-sekolah. Kondisi kualitas pengajaran pendidikan jasmani yang  memprihatinkan di sekolah dasar, sekolah lanjutan dan bahkan perguruan  tinggi telah dikemukakan dan ditelaah dalam berbagai forum oleh beberapa  pengamat pendidikan jasmani dan olahraga (Cholik Mutohir, 1990a: 1990b,  1993: Mujiharsono, 1993; Soediyarto, 1992, 1993). Kondisi ini  disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah terbatasnya  kemampuan  guru pendidikan jasmani dan terbatasnya sumber-sumber yang  digunakan untuk mendukung proses pengajaran pendidikan jasmani (cf.  Cholik Mutohir, 1990a; 1990b, 1993: Soediyarto, 1992, 1993).  
Kualitas  guru pendidikan jasmani yang ada pada sekolah dasar dan lanjutan pada  umumnya kurang memadai. Mereka kurang mampu dalam melaksanakan  profesinya secara kompeten. Mereka belum berhasil melaksanakan tanggung  jawabnya untuk mendidik siswa secara sistematik melalui pendidikan  jasmani. Tampak pendidikan jasmani belum berhasil mengembangkan  kemampuan dan keterampilan anak secara menyeluruh baik fisik. Mental  maupun intelektual (Kantor Menpora, 1983). Hal ini benar mengingat bahwa  kebanyakan guru pendidikan jasmani di sekolah dasar adalah bukan guru  khusus yang secara normal mempunyai kompetensi dan pengalaman yang  terbatas dalam bidang pendidikan jasmani. Mereka kebanyakan adalah guru  kelas yang harus mampu mengajar berbagai mata pelajaran yang salah  satunya adalah pendidikan jasmani.
Gaya  mengajar yang dilakukan oleh guru dalam praktik pendidikan jasmani  cenderung tradisional. Model metode-metode praktik dipusatkan pada guru (Teacher Centered) dimana  para siswa melakukan latihan fisik berdasarkan perintah yang ditentukan  oleh guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan oleh  anak sesuai dengan inisiatif sendiri (Student Centered).
Guru  pendidikan jasmani tradisional cenderung menekankan pada penguasaan  keterampilan cabang olahraga. Pendekatan yang dilakukan seperti halnya  pendekatan pelatihan olahraga. Dalam pendekatan ini, guru menentukan  tugas-tugas ajarnya kepada siswa melalui kegiatan fisik tak ubahnya  seperti melatih suatu cabang olahraga. Kondisi seperti ini mengakibatkan  tidak optimalnya fungsi pengajaran pendidikan jasmani sebagai medium  pendidikan dalam rangka pengembangan pribadi anak seutuhnya.
Upaya peningkatan Mutu Pendidikan Jasmani
Dalam beberapa tahun belakangan ini, berbagai  usaha telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan membuat  kebijakan-kebijakan baru guna meningkatkan pelaksanaan pendidikan  jasmani. Kurikulum baru (1994) yang mencakup  pendidikan jasmani bagi sekolah dasar dan menengah telah dibuat dan  diputuskan. Demikian pula kurikulum baru bagi program Diploma II, dimana  guru-guru sekolah dasar yang didalamnya terdapat mata kuliah Pendidikan  Jasmani dan Kesehatan telah dipersiapkan sebagai penyempurnaan  kurikulum lama. Upaya pembaharuan kurikulum tersebut, seharusnya diikuti  dengan upaya peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar  sesuai dengan tuntutan kurikulum dan pengadaan fasilitas pendukungnya.
Sayang, hingga dewasa ini  usaha-usaha yang dilakukan guru pendidikan jasmani dan menyediakan  fasilitas yang mendukung program-program pendidikan jasmani belum  dilakukan secara optimum. Apabila kondisi seperti ini terjadi terus,  maka dapat diperkirakan bahwa inovasi-inovasi kurikulum yang dilakukan  tidak dapat direalisasikan dengan efektif. Kurikulum sebagai salah satu  komponen pendidikan tidak akan berarti, makalah para guru atau dosen  yang melaksanakan kurikulum dalam kondisi yang kurang menguntungkan,  baik dalam kemampuan mengajar maupun fasilitas yang mendukungnya. Mereka  akhirnya melaksanakan tugas mengajar pendidikan jasmani cenderung  secara rutin dan tradisional. Akibatnya, sering berbagai upaya inovasi  yang telah dilancarkan, mengalami berbagai upaya inovasi yang telah  dilancarkan, mengalami berbagai kendala dan hambatan. Untuk itu, jika  implementasi kurikulum pendidikan jasmani harus bisa dicapai dan  berhasil, maka harus ada keinginan yang besar untuk meningkatkan  kemampuan guru dan menambah fasilitas yang sesuai.
Keefektifan pelaksanaan pengajaran  pendidikan jasmani di sekolah pada beberapa tahun terakhir telah menjadi  isu nasional yang menarik. Isu tersebut sering dibicarakan secara  serius dalam forum diskusi atau seminar tingkat nasional oleh berbagai  kalangan termasuk para pakar dan praktisi pendidikan jasmani. Berbagai  saran dan rekomendasi sering diajukan dalam upaya meningkatkan  pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah-sekolah termasuk perbaikan  kurikulum, peningkatan kemampuan guru, penyediaan lapangan dan  fasilitasnya.
Sesungguhnya upaya untuk meningkatkan mutu  pelaksanaan pendidikan jasmani telah mendapat perhatian sebagaimana  tertuang dalam amanat GBHN 1983 sebagai berikut:
Pendidikan jasmani dan olahraga  perlu ditingkatkan dan di masyarakat sebagai cara pembinaan kesehatan  jasmani dan rohani bagi setiap anggota masyarakat. Selanjutnya perlu  ditingkatkan kemampuan prasarana dan sarana pendidikan jasmani dan  olahraga, termasuk pendidik, pelatih dan penggeraknya, dan digalakkan  gerakan untuk memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat  (Sumber, Yayasan Pelita, 1983:104).
Pada tahun 1983 itu juga Presiden  Suharto mengamanatkan agar pendidikan jasmani di sekolah mulai Taman  Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi perlu lebih digiatkan dan  dikembangkan.
Kebijaksanaan telah jelas dan arah  pengembangan pendidikan jasmani sesungguhnya telah jelas. Kini yang  menjadi permasalahan pokok adalah seberapa jauh tingkat keberhasilan  strategi dan pelaksanaan pembangunan pendidikan jasmani dan olahraga di  masyarakat khususnya dalam pendidikan jasmani di setiap tingkat  sekolah. Pertanyaan lebih lanjut, hal-hal apakah yang perlu diperhatikan  untuk mendukung terciptanya pengajaran pendidikan jasmani yang efektif?
Pengajaran pendidikan jasmani yang  efektif dalam kenyataan lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan  olahraga. Pengajaran tersebut pada hakikatnya merupakan proses  sistematis yang diarahkan pada pengembangan  pribadi anak seutuhnya.
Sejarah pendidikan jasmani dan  olahraga di Indonesia menunjukkan, bahwa aspek politik dari olahraga  pada umumnya masih dominan. Bahkan dewasa ini, prestasi olahraga tetap  dipandang sebagai “alat” untuk menunjukkan dan sekaligus  mengingat  martabat bangsa, terutama di forum internasional. Akibatnya,  perhatian yang begitu besar terhadap pencapaian prestasi masuk ke dalam  kurikulum pendidikan jasmani. Isi kurikulum pendidikan jasmani misalnya,  meskipun ada pilihan, mengarah ke penguasaan cabang olahraga.
Meskipun kurikulum tersebut dirancang dengan memperhatikan faktorsosio-anthropologis, sosio kultural  dan geografis,  tetapi pengaruh dari kelompok-kelompok peminat dan pemerhati, terutama  dari kalangan politisi tak dapat dihindarkan. Hal ini tercermin,  misalnya dalam “gerakan 4-5” yakni 4-5 cabang olahraga (atletik, senam,  pencaksilat, dan permainan) yang dipromosikan di bawah payung pembinaan  olahraga usia dini.
Berkenaan hal di atas, tampaknya  telah terjadi miskonsepsi pembinaan olahraga usia dini di Indonesia.  Miskonsepsi itu bukan saja berkaitan dengan tujuan tetapi juga  pelaksanaannya. Pembinaan olahraga usia dini dipahami sebagai fase  pembinaan untuk mengenal dan menguasai suatu cabang olahraga dengan  penekanan pada penguasaan keterampilan khusus, sebagai spesialisasi  dalam rangka pencapaian prestasi.
Sebagai akibat terlalu mendewakan  prestasi, pembinaan olah raga di kalangan anak usia muda disalah  gunakan, dan bahkan dalam praktiknya sering bertentangan dengan  norma-norma pendidikan. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan wajar,  sering memperoleh perlakuan diluar batas kemampuannya. Sering anak  dipaksa harus berlatih dengan beban yang berlebihan. Sering anak dipaksa  harus berlatih dengan beban yang berlebihan. Kasus penggunaan obat  terlarang pada anak usia dini dan pencurian umur dalam arena kejuaraan  kelompok umur dalam arena kejuaraan kelompok umur merupakan pengalaman  yang negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
0 Response to "Fenomena Penerapan PJOK di Sekolah Saat Ini"
Post a Comment