PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA DAN SISILIA


BAB I
PEMBAHASAN

1.1  Sistem Pemerintahan di Andalusia dan Sisilia
Andalusia dahulu sekarang termasyhur dengan nama Spanyol, suatu wilayah yang amat populer dimasa kini, kepopuleran diantaranya dikarenakan adanya satu club sepakbola ternama (Real Madrid). Kabar yang amat menggelitik, masyarakatnya lebih mengenal pemain sepakbola ketimbang pemimpin negara mereka, bahkan dalam daftar kekayaan klub ternama didunia, Real Madrid termasuk rengking teratas dalam peringkat pendulangan harta kekayaan.
Sisilia merupakan satu wilayah yang amat “licin” dan ditakuti oleh negeri Pamansyam (Amerika Serikat), karena Sisilia menggerayang masuk ke jantung perkembangan perdagangan Amerika dalam jaringan obat bius dengan organisasi mafianya serta perdagangan ilegalnya. Kelicinan Sisilia membuhul rantai komunikasi terselubung, membuat negara Adidaya ini kalangkabut dan bak rayap kepanasan dibuatnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Spanyol dan Sesilia ini pernah dikuasai oleh pemerintah islam selama kurang lebih delapan abad lamanya. Era ini dapat dikelompokkan menjadi enam periode, yaitu:
1)      Periode I (711-755 M), wali yang diangkat oleh khalifah Daulah Umayyah di Damaskus.
2)      Periode II (755-912 M), diperintah oleh amir (gubernur) tetapi tidak tunduk kepada Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad.
3)      Periode III (912-1013 M), diperintah Abdurrahman III yang bergelar Al-Nashir, sampai munculnya Mulk at Thawaif.
4)      Periode IV (1013-1086 M), Spanyol terpecah manjadi tiga puluh negara-negara kecil yang dikuasai oleh raja-raja setempat.
5)      Periode V (1086-1248 M), dikuasai oleh dinasti Al-Murabitun dan Al-Muwahidun (Al-Muwahidun akhirnya runtuh dengan kemenangan pihak Kristen di Las Navas dan Tolosa, dan mereka kembali ke Afrika Utara.
6)      Periode VI (1248-1492 M), islam hanya berkuasa di Granada dibawah Daulah Bani Ahmar, namun kekuasaan islam ini berhasil pula direbut oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari pihak Kristen.[1]
Untuk menambah koleksi daftar kekuasaan islam, Spanyol diduduki umat islam pada zaman khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari dinasti bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ada tiga nama yang sering disebut berjasa dalam penaklukan Spanyol, yaitu Musa bin Nushair, Tharif bin Malik, dan Thariq bin Ziyad. Dari ketiga nama tersebut, nama terakhirlah yang sering disebut paling terkenal, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata.[2]
Sejarah telah membuktikan bahwa islam telah menanamkan fondasi ilmu pengetahuan di Spanyol, sehingga telah mengangkat harkat Spanyol menjadi gudangnya ilmu pengetahuan di belahan Eropa. Hanya karena kefanatikan agama, sehingga orang Eropa mengusir cendekiawan muslim keluar dari daerahnya, sekiranya hal ini tidak dilakukannya, maka masyarakat Spanyol akan lebih maju seabad daripada sekarang ini.
Antara Laut Tengah dan Laut Lonia terdapat salah satu pulau terbesar yang bernama Sisilia, pulau ini merupakan satu provinsi dari Bizantium pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab (634-644 M), penduduknya mayoritas berbangsa Barbar.[3]
Pada masa kekhalifahan Umar, hubungan antara khalifah dengan Bizantium kurang harmonis, karena memang begitu tergores sejarah pahit semenjak zaman Rasulullah, hal inilah yang menyebabkan meletusnya Perang Mu’tah.
Islam di Sisilia berkuasa selama kurang lebih empat abad (827-1194 M). Keseluruhan pemerintahan islam dibawah kekuasaan tiga dinasti, yaitu dinasti Aqlab (827-909 M), disusul dengan dinasti Fathimiyah (909-1091 M), dan akhirnya dinasti Qalbi (1091-1194 M).
Delapan abad islam berkuasa di Spanyol dan empat abad di Sisilia, telah mengubah wajah pendidikan ketika itu, karena pendidikan Islam telah terlaksana dengan baik dan sistematis pada dua arah ini.

1.2  Pola Pendidikan Islam di Spanyol
a.      Kuttab
Sebagaimana yang ditulis dalam sejarah peradaban pendidikan islam, dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan islam, telah ikut memperkaya dan memotivasi umat untuk mendirikan lembaga pendidikan seperti kuttab[4]dan masjid. Begitu pula di Andalusia terdapat banyak kuttab-kuttab yang menyebar sampai kepinggiran kota. Pada lembaga ini, para siswa mempelajari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti fikih, bahasa dan sastra, music dan kesenian.[5] Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan rapi disaat itu, sehingga kuttab-kuttab itu mempunyai banyak tenaga pendidik dan siswa-siswanya. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan diantaranya adalah:
a)      Fikih
Pemeluk islam di Andalusia menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fikih dari mazhab Imam Malik. Tokoh-tokoh yang ternasyhur disini diantaranya tersebut nama Ziyad ibnu Abd. ar-Rahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya. Yahya sempat menjadi kadi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman, dn masih banyak nama-nama lain, seperti Abu Bakar ibn al-Qutiyah, Munzir Ibn Said al-Baluthi, dan Ibu Hazm[6]yang sangat populer dikala itu.
Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli dibidang ilmunya, sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar dikala itu.
b)      Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab menjadi bahasa resmi umat Islam di Spanyol, bahasa ini dapat dipelajari di kuttab, bahkan kepada siswanya diwajibkan untuk selalu melakukan dialog dengan memakai bahasa resmi islam (bahasa Arab), sehingga bahasa ini menjadi cepat populer dan menjadi bahasa keseharian.
Tokoh-tokoh bahasa tersebutlah nama Ibn Sayidih, Ibn Malik yang mengarang Al-Fiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi. Dibidang sastra tersohor nama Ibn Abd. Rabbih dengan karya al-‘iqd al-Farid, Ibn Bassam dengan karyanya al-Dzakhirah fi Mahasin ahl al-Jazirah, dan Al-Fath ibn Khaqan dengan karyanya kitab al-Qalaid,[7]dan lain-lain.
c)      Musik dan Seni
Di Spanyol berkembang musik-musik yang bernuansa Arab yang merangsang tumbuhnya nilai-nilai kepahlawanan. Banyak tokoh musik dan seni bermunculan ketika itu, diantaranya, Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Ziryab (789-857).
Ziryab selalu tampil pada acara-acara penjamuan kenegaraan di Cardova, karena ia merupakan aransemen musik yang handal dan piawai pula mengubah syair-syair lagu yang pantas dikonsumtifkan kepada seluruh lapisan dan tingkat umur. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang yang termasyhur dikala itu. Ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas[8]sangat cepat.

1.3  Pendidikan Tinggi
Tidak dapat dipungkiri bahwa islam di Spanyol merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad kedelapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cardova berdiri megah dan menjadi ikon Spanyol, sehingga Spanyol termasyhur keseluruh dunia.
Universitas ini tegak bersanding dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang terkenal yang setara dengan Universitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad. Perguruan tinggi ini telah menjadi pilihan utama bagi generasi muda yang mencintai ilmu pengetahuan, baik dari belahan Asia, Eropa, Afrika, dan belahan dunia lainnya.
Banyak yang pantas dilirik didaerah ini, khususnya dalam bidang pendidikan. Perpustakaannya saat itu tiada tandingannya, yang menampung kurang lebih empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Buku-buku ini dikonsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut ilmu.
Selain itu, terdapat juga Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, teologi, hukum islam, kimia, dan lain-lain. Pada lembaga ini terdapat para pengajar yang cukup dikenal antaranya, Abu Ali Qali yang ahli dibidang biologi. Namun, secara garis besar perguruan tinggi di Spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu:
a.       Filsafat
Universitas Cardova mampu menyaingi Baghdad, salah satu diantaranya, karena mampu mengimpor ilmu filsafat dari belahan Timur dalam jumlah besar, sekalipun Baghdad termasuk pusat ilmu pengetahuan islam. Sehingga beberapa waktu sesudahnya melahirkan filosof-filosof besar dengan karya-karya emasnya.
Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilasafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Sha’ig, yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Orang Barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad ke-11 M.[9]
Tokoh yang lainnya terdapat nama Abu Bakr ibnu Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil disebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn Yaqzhan.[10]
Pada akhir abad ke-12 masehi muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar dalam kalangan filsafat islam, dia adalah Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ruyd dilahirkan di Cardova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M,[11]yang terkenal dengan nama Ibn Rusyd. Kepiawaiannya yang luar biasa dalam ilmu hukum, sehingga dia diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung di Cardova (Qadhi al-Qudhat). Karya besarnya yang termasyhur adalah Bidayah al-Mujtahid.
b.      Sains
Tercatat nama Abbas ibn Farnas yang termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Perkembangan sains pada daerah ini diikuti pula oleh ilmu kedokteran, matematika, kimia dan musik serta lainnya, bahkan ada ilmuwan wanita yang ahli kedokteran, yaitu Umm al-Hasan binti Abi Ja’far.



1.4  Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Islam di Spanyol
a.       Adanya dukungan dari penguasa, membuat pendidikan islam cepat sekali majunya, karena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan wawasan jauh ke depan.
b.      Adanya beberapa sekolah dan universitas dibeberapa kota di Spanyol yang sangat terkenal (Universitas Cardova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
c.       Banyaknya para sarjana islam yang datang dari ujung Timur dan ujung Barat wilayah islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Ini menunjukkan bahwa, meskipun umat islam terdiri dari beberapa kesatuan politik, terdapat juga apa yang disebut kesatuan budaya islam.[12]
d.      Adanya persaingan antara Abbasiyah dibaghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cardova yang menyaingi Universitas Nizamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif, tidak selalu dalam peperangan.
Dari beberapa bacaan dapat disimpulkan bahwa, selain dari beberapa faktor diatas pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya buku-buku bacaan, atau diberikan penghargaan yang tinggi berupa emas murni kepada penulis atau penerjemah buku, seberat buku yang diterjemahkannya.
Hal yang sangat menarik yang lain adalah, pemerintah juga memberikan subsidi kepada makanan pokok, sehingga masalah pengisian kepala dan pengisian perut tidak terlalu dihiraukan lagi dan relatif murah dijangkau serta didapat oleh masyarakat, dan sangat bertolak belakang kalau dibandingkan negara Indonesia.

1.5  Luluhnya Kedigdayaan Islam di Andalusia
Dalam sejarah dan literatur yang ada mengisyaratkan bahwa, kedigdayaan islam di Andalusia hanya mampu bertahan sekitar delapan abad saja, kalau dihitung memang waktu yang cukup panjang dan terjadi beberapa kali pergantian dinasti. Namun pada akhirnya datang juga masa yang ditakuti yaitu masa-masa kehancuran, yang sampai hari ini masih belum bengkit dari keluluhan itu.
Diantara penyebab keruntuhan peradaban dan pendidikan islam di Andalusia adalah:
a.       Konflik Agama
Pada akhir-akhir kemajuan peradaban pendidikan islam di Andalusia, telah muncul ke permukaan paham-paham dan perbedaan keyakinan. Kondisi yang tidak menguntungkan bagi umat islam telah membuat “berani” umat kristiani menampakkan dirinya ke permukaan. Bahkan dengan terang-terangan telah pula berani menentang kebijakan penguasa islam dikala itu.
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hierarki tradisional, asal tidak ada perlawanan senjata.
Kondisi seperti ini dapat diprediksi, bahwa kelengahan umat islam ternasuk toleransi dan wewenang yang diberikan kepada umat Kristen telah dimanfaatkan untuk mencari kelemahan islam disaat islam lengah dikala itu. Hal ini diperkuat oleh al-Qur’an bahwa umat Kristen itu tidak akan pernah diam dan senang, sebelum islam bertekuk lutut kepadanya.
b.      Ideologi Perpecahan
Istilah ‘ibad dan muwalladun[13]perendahan derajat kepada orang pribumi ang mukallaf selalu dilakukan oleh orang-orang islam keturunan Arab, sehingga kelompok-kelompok etnis non-Arab selalu menimbulkan kegaduhan dan sering menggerogoti serta merusak perdamaian atas celaan dan pemisahan kasta tersebut.
Kultur sosial kemasyarakatan ketika itu amat berpeluang besar terjadinya pertikaian, apalagi dengan tidak adanya sosok pemimpin yang dapat mempersatukan ideologi yang telah memecah belah persatuan. Sehingga keamanan negeri tidak lagi bisa terjamin dengan baik dan terjadinya perampokan dimana-mana. Kondisi seprti ini dimanfaatkan oleh umat kristiani untuk menyusun kekuatan.
c.       Krisis Ekonomi
Dalam situasi yang semakin sulit, umat kristiani tidak lagi jujur membayarkan upetinya kepada penguasa islam, dengan berbagai dalih, supaya upeti dan pajak tidak lagi dikumpul penguasa. Sering terjadi perampokan skenario oleh kelompok kristiani, dan pada akhirnya menuduh umat islam berbuat aniaya kepadanya.
Keadaan yang tidak kondusif ini membuat inkam negara jauh berkurang, dan akhirnya berdampak besar kepada masyarakat. Padahal dipertengahan kekuasaan islam, pemerintah lebih memerhatikan kemajuan pendidikan dan lupa menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi negara dan kekuatan militer serta politik.
d.      Peralihan Kekuasaan
Granada yang merupakan pusat kekuasaan islam terahir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella,[14]sementara dikalangan islam sendiri terjadi perpindahan kekuasaan dengan sistem ahli waris. Pola yang masih dipertahankan umat islam dalam menggantikan tampuk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan. Sebagaimana bukti sejarah yang mengangkat seorang raja atas pertimbangan keturunan yang masih berusia belasan tahun.
Peralihan kekuasaan seperti ini sering keliru dalam mengambil keputusan, dan kadang kala terdapat kesalahan besar dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya, maupun kestabilan kedaulatan dalam negeri islam sendiri.

1.6  Pola Pendidikan Islam di Sisilia
a.       Kuttab
Kuttab adalah lembaga pendidikan terendah yang banyak terdapat di Sisilia. Tentang pola pendidikan kuttab di Sisilia ini, dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Arabi, mereka mempunyai cara yang baik dalam mengajar, yaitu bila telah kelihatan gejala-gejala kecerdasan pada seorang anak, dikirimlah di ke Maktab. Disana anak itu belajar menulis, berhitung, dan bahasa Arab.
b.      Science and Technology
Di Sisilia terdapat perguruan tinggi yang mereka samakan namanya dengan kotanya “Palermo”. Perguruan tinggi di Sisilia ini dapat menjawab semua harapan perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu dengan adanya pusat kajian sains dan teknologi yang sangat “wah” dikala itu. Ini pulalah yang menjadi cikal bakal muncul dan menjalarnya ilmu pengetahuan di Benua Eropa, terutama dikota-kota lainnya.
Sisilia telah menorah sejarah yang dapat di dustakan untuk peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan, karena pada daerah ini telah menetaskan ulama-ulama besar yang melahirkan karya-karya besar, diantaranya yaitu:
a)      Muhammad ibn Khurasan dan Ismail ibn Khalaf, dibidang ilmu al-Qur’an dan Qiraat.
b)      Abu Abbas dan Abu Bakar ibn Muhammad al-Yamimi, dalam bidang hadits.
c)      Ibnu al-Farra dan Musa ibn Hasan, dalam bidang ilmu kalam.
d)     Ali Hamzah al-Bashri dan Abu Bakar al-Shiqali, bidang fisika, kimia dan matematika.
e)      Abu al-Abbas Ahmad ibn al-Slam, dalam bidang kedokteran.[15]

1.7  Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Islam di Sisilia
a.       Para penguasa muslim di Sisilia adalah orang pecinta ilmu dan berwawasan luas. Mereka mengirim siswa-siswa berbakat untuk belajar di universitas-universitas terkemuka di dunia islam.
b.      Menggaji para dosen, peneliti dan ilmuwan.
c.       Membebaskan para dosen, peneliti, dan ilmuwan dari wajib militer.
d.      Migrasi para ilmuwan, peneliti, dosen dan guru dari berbagai penjuru dunia islam ke Sisilia, kerena tertarik dengan tunjangan yang memadai.
Dari beberapa faktor penyebab majunya pendidikan islam di Sisilia, tidak terlepas dari sosiokultural masyarakat ketika itu yang sangat haus dan mencintai ilmu pengetahuan. Disisi lain, belahan Eropa waktu itu berada dalam kegelapan dan di ambang keterbelakangan, sehingga keadaan itu menjadi pelajaran berharga bagi pemerintahan Sisilia. Karena kebodohan akan menghantarkan kita kepada keterbelakangan.

1.8  Perang Salib dan Akibatnya Terhadap Pendidikan Islam dan Ilmuwan Muslim di Andalusia dan Sisilia
Philip K. Hitti berpendapat bahwa Perang Salib terjadi tiga angkatan, segala negara Kristen mempersiapkan tentara yang lengkap persenjataannya untuk pergi berperang merebut Palestina. Dari sinilah bermula suatu penyerbuan Barat Kristen kedunia islam yang berjalan selama 200 tahun lamanya dari mulai 1095-1293 M dengan 8 kali penyerbuan.
Tentara Alp Arsenal yang berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Perancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib.
Akibat yang ditimbulkan oleh perang salib yang berlangsung selama dua abad itu amat banyak sekali, di antaranya adalah:
a.       Pemeluk islam yang menduduki Andalusia dan Sisilia terpaksa hengkang dari dua daerah ini, karena kemenangan Ratu Isabella dan Raja Ferdinand membuat mereka memberikan tiga tawaran yang tidak menguntungkan satu pun (keluar dari Spanyol, memeluk agama Kristen, atau dibunuh).
b.      Delapan kali perang salib, hanya serangan pertama yang dianggap menang oleh K. Hitti, sedangkan yang lainnya adalah gagal, sehingga tujuan perang dialihkan untuk merebut kota Mesir.
c.       Kegagalan merebut Mesir membuat perang salib selanjutnya tidak terarah, maka Spanyol dan Sisilia jauh berada dari Baghdad di serang dengan membabibuta tanpa pandang bulu, sehingga daerah ini mendapat getah dari perang salib.
d.      Dengan dikuasainya Sisilia dan Spanyol oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang sangat membenci islam karena perang salib, sehingga mereka mengikis habis seluruh jejak islam dan peradabannya, kecuali bangunan-bangunan yang dianggap perlu yang masih eksis sampai sekarang, dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Afifi, Abdul Hakim, 1000 Peristiwa dalam Islam, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.
Fakhri, Majid, Sejarah Filsafat Islam (terjemahan), Mulyadi Kartanegara. Jakarta: Pustaka Jaya, 1986.
Harun, Maidir, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN IB, Press, 2001.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II Jakarta: UI Press, 1985.
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Nizar, Samsul, Sejarah dan Pergolakan Pendidikan Islam, Jakarta: Quantum Teaching, 2005.
Soekarno, dkk., Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Logos, 1996.
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. III, Jakarta: Jaya Murni, 1973.


[1] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta: UI Press, 1985). hlm. 62.
[2] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). hlm. 259.
[3] Abdul Hakim Al-Afifi, 1000 Peristiwa dalam Islam, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002. hlm.166.
[4] Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam. Potret Timur Tengah Era Awal dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 15.
[5] Abuddin Nata, Op. cit.,hlm. 263.
[6] Badri Yatim, Sejarah Pendidikan Islam: Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 103.
[7] Maidir Harun, Sejarah Pendidikan Islam, (Padang: IAIN Imam Bonjol Press. 2001), hlm. 135.
[8] Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, (terjemahan) Muchtar Yahya dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 88.
[9] Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm., 185
[10] Abuddin Nata, Op cit, hlm. 267, (baca juga Filsafat Islam oleh Sirajuddin tentang Ibnu Thufail hlm. 205
[11] Sirajuddi Zar, Op cit, hlm. 221
[12] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam (terjemahan), Mulyadi Kartanegara (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986) hlm. 356.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006), hlm., 107.
[14] Ibid.
[15] Soekarno dkk., Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Islam, cet. IV, (Jakarta: Logos, 1996), hlm. 360.

0 Response to "PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA DAN SISILIA"

Post a Comment